Mazmur 1 : 1-3

Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri dijalan orang berdosa, dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencomooh,
Tetapi yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam.
Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil

II Timotius 2 : 15 - 16

Usahakanlah supaya engkau layak di hadapan Allah sebagai seorang pekerja yang tidak usah malu, yang berterus terang memberitakan perkataan kebenaran itu.
Tetapi hindarilah omongan yang kosong dan yang tak suci yang hanya menambahkan kefasikan

Mengenai Saya

Selasa, 26 Mei 2009

Dari Mana Asalnya Alkitab

SEJARAH TERBENTUKNYA KITAB-KITAB PERJANJIAN LAMA

Alkitab Gereja Katolik terdiri dari 73 kitab, yaitu Perjanjian Lama terdiri dari 46 kitab sedangkan Perjanjian Baru terdiri dari 27 kitab. Bagaimanakah sejarahnya sehingga Alkitab terdiri dari 73 kitab, tidak lebih dan tidak kurang? Pertama, kita akan mengupas kitab-kitab Perjanjian Lama yang dibagi dalam tiga bagian utama: Hukum-hukum Taurat, Kitab nabi-nabi dan Naskah-naskah. Lima buku pertama: Kitab Kejadian, Kitab Keluaran, Kitab Imamat dan Kitab Bilangan dan Kitab Ulangan adalah intisari dan cikal-bakal seluruh kitab-kitab Perjanjian Lama. Pada suatu ketika dalam sejarah, ini adalah Kitab Suci yang dikenal oleh orang-orang Yahudi dan disebut Kitab Taurat atau Pentateuch.

Selama lebih dari 2000 tahun, nabi Musa dianggap sebagai penulis dari Kitab Taurat, oleh karena itu kitab ini sering disebut Kitab Nabi Musa dan sepanjang Alkitab ada referensi kepada "Hukum Nabi Musa". Tidak ada seorangpun yang dapat memastikan siapa yang menulis Kitab Taurat, tetapi tidak disangkal bahwa nabi Musa memegang peran yang unik dan penting dalam berbagai peristiwa-peristiwa yang terekam dalam kitab-kitab ini. Sebagai orang Katolik, kita percaya bahwa Alkitab adalah hasil inspirasi Ilahi dan karenanya identitas para manusia pengarangnya tidaklah penting.

Nabi Musa menaruh satu set kitab di dalam Tabut Perjanjian (The Ark of The Covenant) kira-kira 3300 tahun yang lalu. Lama kemudian Kitab Para Nabi dan Naskah-naskah ditambahkan kepada Kitab Taurat dan membentuk Kitab-kitab Perjanjian Lama. Kapan tepatnya isi dari Kitab-kitab Perjanjian Lama ditentukan dan dianggap sudah lengkap, tidaklah diketahui secara pasti. Yang jelas, setidaknya sejak lebih dari 100 tahun sebelum kelahiran Kristus, Kitab-kitab Perjanjian Lama sudah ada seperti umat Katolik mengenalnya sekarang.

Kitab-kitab Perjanjian Lama pada awalnya ditulis dalam bahasa Ibrani (Hebrew) bagi Israel, umat pilihan Allah. Tetapi setelah orang-orang Yahudi terusir dari tanah Palestina dan akhirnya menetap di berbagai tempat, mereka kehilangan bahasa aslinya dan mulai berbicara dalam bahasa Yunani (Greek) yang pada waktu itu merupakan bahasa internasional. Oleh karena itu menjadi penting kiranya untuk menyediakan bagi mereka, terjemahan seluruh Kitab Perjanjian Lama dalam bahasa Yunani. Pada waktu itu di Alexandria berdiam sejumlah besar orang Yahudi yang berbahasa Yunani. Selama pemerintahan Ptolemius II Philadelphus (285 - 246 SM) proyek penterjemahan dari seluruh Kitab Suci orang Yahudi ke dalam bahasa Yunani dimulai oleh 70 atau 72 ahli-kitab Yahudi - menurut tradisi - 6 orang dipilih mewakili setiap dari 12 suku bangsa Israel. Terjemahan ini diselesaikan sekitar tahun 250 - 125 SM dan disebut Septuagint, yaitu dari kata Latin yang berarti 70 (LXX), sesuai dengan jumlah penterjemah. Kitab ini sangat populer dan diakui sebagai Kitab Suci resmi (kanon Alexandria) kaum Yahudi diaspora (=terbuang), yang tinggal di wilayah Asia Kecil dan Mesir. Pada waktu itu Ibrani adalah bahasa yang nyaris mati dan orang-orang Yahudi di Palestina umumnya berbicara dalam bahasa Aram. Jadi tidak mengherankan kalau Septuagint adalah terjemahan yang digunakan oleh Yesus, para Rasul dan para penulis kitab-kitab Perjanjian Baru. Bahkan, 300 kutipan dari Kitab Perjanjian Lama yang ditemukan dalam Kitab Perjanjian Baru adalah berasal dari Septuagint. Harap diingat juga bahwa seluruh Kitab Perjanjian Baru ditulis dalam bahasa Yunani.

Setelah Yesus disalibkan dan wafat, para pengikut-Nya tidak menjadi punah tetapi malahan menjadi semakin kuat. Pada sekitar tahun 100 Masehi, para rabbi (imam Yahudi) berkumpul di Jamnia, Palestina, mungkin sebagai reaksi terhadap umat Kristen. Dalam konsili Jamnia ini mereka menetapkan empat kriteria untuk menentukan kanon (=standard) Kitab Suci mereka: [1] Ditulis dalam bahasa Ibrani; [2] Sesuai dengan Kitab Taurat; [3] lebih tua dari jaman Ezra (sekitar 400 SM); [4] dan ditulis di Palestina. Atas kriteria-kriteria diatas mereka mengeluarkan kanon baru untuk menolak tujuh buku dari kanon Alexandria, yaitu seperti yang tercantum dalam Septuagint, yaitu: Tobit, Yudit, Kebijaksanaan Salomo, Sirakh, Barukh, 1 Makabe, 2 Makabe, berikut tambahan-tambahan dari kitab Ester dan Daniel. (Catatan: Surat Nabi Yeremia dianggap sebagai pasal 6 dari kitab Barukh). Hal ini dilakukan atas alasan bahwa mereka tidak dapat menemukan versi Ibrani dari kitab-kitab yang ditolak diatas.

Gereja Kristen tidak menerima hasil keputusan rabbi-rabbi Yahudi ini dan tetap terus menggunakan Septuagint. Pada konsili di Hippo tahun 393 Masehi dan konsili Kartago tahun 397 Masehi, Gereja secara resmi menetapkan 46 kitab hasil dari kanon Alexandria sebagai kanon bagi Kitab-kitab Perjanjian Lama. Selama enam belas abad, kanon Alexandria diterima secara bulat oleh Gereja. Masing-masing dari tujuh kitab yang ditolak oleh konsili Jamnia, dikutip oleh para Bapa Gereja perdana (Church Fathers) sebagai kitab-kitab yang setara dengan kitab-kitab lainnya dalam Perjanjian Lama. Bapa-bapa Gereja, beberapa diantaranya disebutkan disini: St. Polycarpus, St. Irenaeus, Paus St. Clement, dan St. Cyprianus adalah para pemimpin spiritual umat Kristen yang hidup pada abad-abad pertama dan tulisan-tulisan mereka - meskipun tidak dimasukkan dalam Perjanjian Baru - menjadi bagian dari Deposit Iman. Tujuh kitab berikut dua tambahan kitab yang ditolak tersebut dikenal oleh Gereja Katolik sebagai Deuterokanonika (second-listed), atau kanon kedua. Disebut demikian karena disertakan dalam kanon Kitab Suci setelah melalui banyak perdebatan.

GEREJA KATOLIK MENDAHULUI KITAB PERJANJIAN BARU

Seperti Kitab-kitab Perjanjian Lama, Kitab-kitab Perjanjian Baru juga tidak ditulis oleh satu orang, tetapi adalah hasil karya setidaknya delapan orang. Kitab Perjanjian Baru terdiri dari 4 kitab Injil, 14 surat Rasul Paulus, 2 surat Rasul Petrus, 1 surat Rasul Yakobus, 1 surat Rasul Yudas, 3 surat Rasul Yohanes dan Wahyu Rasul Yohanes dan Kisah Para Rasul yang ditulis oleh Santo Lukas, yang juga menulis Kitab Injil yang ketiga. Sejak kitab Injil yang pertama yaitu Injil Matius sampai kitab Wahyu Yohanes, ada kira-kira memakan waktu 50 tahun. Tuhan Yesus sendiri, sejauh yang kita ketahui, tidak pernah menuliskan satu barispun dari kitab Perjanjian Baru. Dia tidak pernah memerintahkan para Rasul untuk menuliskan apapun yang diajarkan oleh-Nya. Melainkan Dia berkata: "Maka pergilah dan ajarlah segala bangsa" (Matius 28:19-20), "Barangsiapa mendengarkan kamu, ia mendengarkan Aku" (Lukas 10:16).

Apa yang Yesus perintahkan kepada mereka persis sama seperti apa yang Yesus sendiri lakukan: menyampaikan Firman Allah kepada orang-orang melalui kata-kata, meyakinkan, mengajar, dan menpertobatkan mereka dengan bertemu muka. Jadi bukan melalui sebuah buku yang mungkin bisa rusak dan hilang, dan disalah tafsirkan dan diubah-ubah isinya, melainkan melalui cara yang lebih aman dan alami dalam menyampaikan firman yaitu dari mulut ke mulut. Demikianlah para Rasul mengajar generasi seterusnya untuk melakukan hal yang serupa setelah mereka meninggal. Oleh karena itu melalui Tradisi seperti inilah Firman Allah disampaikan kepada generasi-generasi umat Kristen sebagaimana pertama kali diterima oleh para Rasul.

Tidak satu barispun dari kitab-kitab Perjanjian Baru dituliskan sampai setidaknya 10 tahun setelah wafatnya Kristus. Yesus disalibkan pada circa tahun 33 dan kitab Perjanjian Baru yang pertama ditulis yaitu surat 1 Tesalonika baru ditulis sekitar tahun 50 Masehi. Sedangkan kitab terakhir yang ditulis yaitu kitab Wahyu Yohanes pada sekitar 90-100 Masehi. Jadi anda bisa melihat kesimpulan penting disini: Gereja dan iman Katolik sudah ada sebelum Alkitab dijadikan. Beribu-ribu orang bertobat menjadi Kristen melalui khotbah para Rasul dan missionaris di berbagai wilayah, dan mereka percaya kepada kebenaran Ilahi seperti kita percaya sekarang, dan bahkan menjadi orang-orang kudus tanpa pernah melihat ataupun membaca satu kalimatpun dari kitab Perjanjian Baru. Ini karena alasan yang sederhana yaitu bahwa pada waktu itu Alkitab seperti yang kita kenal, belum ada. Jadi, bagaimanakah mereka menjadi Kristen tanpa pernah melihat Alkitab? Yaitu dengan cara yang sama orang non-Kristen menjadi Kristen pada masa kini, yaitu dengan mendengar Firman Allah dari mulut para misionaris.

GEREJA KATOLIK MENETAPKAN KITAB PERJANJIAN BARU

Ke-dua puluh tujuh kitab diterima sebagai Kitab Suci Perjanjian Baru baik oleh umat Kristen Katolik maupun Kristen lain. Pertanyaannya adalah: Siapa yang memutuskan kanonisasi Perjanjian Baru sebagai kitab-kitab yang berasal dari inspirasi Allah? Kita tahu bahwa Alkitab tidak jatuh dari langit, jadi darimana kita tahu bahwa kita bisa percaya kepada setiap kita-kitab tersebut?

Berbagai uskup membuat daftar kitab-kitab yang diakui sebagai inspirasi Ilahi, diantaranya: [1] Mileto, uskup Sardis pada tahun 175 Masehi; [2] Santo Irenaeus, uskup Lyons - Perancis pada tahun 185 Masehi; [3] Eusebius, uskup Caesarea pada tahun 325 Masehi.

Pada tahun 382 Masehi, didahului oleh Konsili Roma, Paus Damasus menulis dekrit yang menulis daftar kitab-kitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru yang terdiri dari 73 kitab.

Konsili Hippo di Afrika Utara pada tahun 393 menetapkan ke 73 kitab-kitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.

Konsili Kartago di Afrika Utara pada tahun 397 menetapkan kanon yang sama untuk Alkitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Catatan: Ini adalah konsili yang dianggap oleh banyak pihak non-Katolik sebagai yang menentukan bagi kanonisasi kitab-kitab dalam Perjanjian Baru.

Paus Santo Innocentius I (401-417) pada tahun 405 Masehi menyetujui kanonisasi ke 73 kitab-kitab dalam Alkitab dan menutup kanonisasi Alkitab.

Jadi kanonisasi Alkitab telah ditetapkan di abad ke empat oleh konsili-konsili Gereja Katolik dan para Paus pada masa itu. Sebelum kanon Alkitab ditetapkan, ada banyak perdebatan. Ada yang beranggapan bahwa beberapa kitab Perjanjian Baru seperti surat Ibrani, surat Yudas, kitab Wahyu, dan surat 2 Petrus, adalah bukan hasil inspirasi Allah. Sementara pihak lain berpendapat bahwa beberapa kitab yang tidak dikanonisasi seperti: Gembala Hermas, Injil Petrus dan Thomas, surat-surat Barnabas dan Clement adalah hasil inspirasi Allah. Keputusan resmi wewenang Gereja Katolik menyelesaikan hal diatas sampai sekitar 1100 tahun kemudian. Hingga jaman Reformasi Protestan, praktis tidak ada lagi perdebatan akan kitab-kitab dalam Alkitab.

Melihat sejarah, Gereja Katolik menggunakan wibawa dan kuasanya untuk menentukan kitab-kitab yang mana yang termasuk dalam Alkitab dan memastikan bahwa segala yang tertulis dalam Alkitab adalah hasil inspirasi Allah. Jika bukan karena Gereja Katolik, maka umat Kristen tidak akan dapat mengetahui yang mana yang benar.

KITAB VULGATA - KARYA SANTO YEREMIA

Ketika Kabar Gembira telah tersebar luas dan banyak orang menjadi Kristen, merekapun dibekali dengan terjemahan Kitab Perjanjian Lama dalam bahasa asli mereka yaitu Armenia, Siria, Koptik, Arab dan Ethiopia bagi umat Kristen perdana di wilayah-wilayah ini. Bagi umat Kristen di Afrika dimana bahasa Latin paling luas digunakan, ada terjemahan kedalam bahasa Latin yang dibuat sekitar tahun 150 Masehi dan juga terjemahan berikutnya bagi umat di Italia. Akan tetapi semua ini akhirnya digantikan oleh karya besar yang dibuat oleh Santo Yeremia dalam bahasa Latin yang disebut "Vulgata" pada abad ke-empat. Pada masa itu ada kebutuhan besar akan Kitab Suci dan ada bahaya karena variasi terjemahan yang ada. Oleh karena itu sang biarawan, yang mungkin pada waktu itu adalah orang yang paling terpelajar, atas perintah Paus Santo Damascus pada tahun 382, membuat terjemahan Kitab Perjanjian Baru dalam bahasa Latin dan mengoreksi versi-versi yang ada dalam bahasa Yunani. Lantas di Bethlehem antara tahun 392-404, dia juga menterjemahkan Kitab-kitab Perjanjian Lama langsung dari bahasa Ibrani (jadi bukan dari Septuagint) kedalam bahasa Latin, kecuali kitab Mazmur yang direvisi dari versi Latin yang sudah ada. Ini adalah Alkitab lengkap yang diakui resmi oleh wewenang Gereja Katolik, yang nilainya tak terukur menurut para ahli alkitab masa kini, dan terus mempengaruhi versi-versi lainnya sampai pada jaman Reformasi Protestan. Dari Vulgata inilah dihasilkan terjemahan dalam bahasa Inggris yang terkenal yaitu Douai-Rheims Bible.

HILANGNYA KITAB-KITAB ASLI

Hingga ditemukannya mesin cetak pada tahun 1450, semua Alkitab adalah hasil salinan tangan yang kita sebut manuskrip. Alkitab lengkap tertua yang masih ada hingga sekarang berasal dari abad ke-empat, dan isinya sama dengan Alkitab yang dipegang oleh umat Katolik yaitu terdiri dari 73 kitab. Apa yang terjadi dengan manuskrip-manuskrip asli yang ditulis oleh para penulis kitab Injil? Ada beberapa alasan akan hilangnya kitab-kitab asli tersebut:

Beberapa ratus tahun pertama adalah masa-masa penganiayaan terhadap umat Kristen. Para penguasa yang menindas Gereja Katolik menghancurkan segala hal yang menyangkut Kristenitas yang bisa mereka temukan. Selanjutnya, kaum pagan (non-Kristen) juga secara berulang-ulang menyerang kota-kota dan perkampungan Kristen dan membakar dan menghancurkan gereja dan segala benda-benda religius yang dapat mereka temukan disana. Lebih jauh lagi, mereka bahkan memaksa umat Kristen untuk menyerahkan kitab-kitab suci dibawah ancaman nyawa, lantas membakar kitab-kitab tersebut.

Alasan lainnya: media yang dipakai untuk menuliskan ayat-ayat Alkitab, disebut papirus - sangat mudah hancur dan tidak tahan lama, sedangkan perkamen, yang terbuat dari kulit binatang dan lebih tahan lama, sulit didapat. Kedua materi inilah yang disebutkan dalam 2 Yohanes 1:12 dan 2 Timotius 4:13. Umat Kristen perdana, setelah membuat salinan Alkitab, juga tampak tidak terlalu peduli untuk menjaga kitab aslinya. Mereka tidak beranggapan penting untuk memelihara tulisan-tulisan asli oleh Santo Paulus atau Santo Matius oleh karena mereka percaya penuh kepada kuasa mengajar Gereja Katolik yang mengajarkan iman Kristen melalui para Paus dan para uskup-uskupnya. Umat Katolik tidak melandaskan ajaran-ajarannya pada Alkitab semata-mata, tetapi juga kepada Tradisi Hidup, dari Gereja Katolik yang infallible. ubi Ecclesia, ibi Christus.

ALKITAB PADA ABAD PERTENGAHAN

Segenap umat Kristen berhutang budi kepada para kaum religius, imam, biarawan dan biarawati yang menyalin, memperbanyak, memelihara dan menyebar-luaskan Alkitab selama berabad-abad. Para biarawan adalah kaum yang paling terpelajar pada jamannya dan salah satu kegiatan utama mereka adalah menyalin isi Alkitab sedangkan biara-biara menjadi pusat penyimpanan naskah-naskah Alkitab ini. Umumnya masing-masing biara-biara di abad pertengahan memiliki perpustakaan tersendiri. Tidak kurang dari para raja dan kaum bangsawan dan orang-orang terkenal meminjam dari biara-biara ini. Para raja dan kaum bangsawan itu sendiri, bersama para Paus, uskup dan kepala-kepala biara, sering menghadiahkan Kitab Suci yang diberi hiasan yang indah kepada biara-biara dan gereja-gereja di seluruh Eropa.

Untuk menyalin satu Alkitab lengkap, diperlukan sekurangnya 10 bulan tenaga kerja dan sejumlah besar perkamen yang mahal harganya untuk memuat lebih dari 35000 ayat-ayat dalam Alkitab. Hal ini menjelaskan mengapa orang banyak tidak mampu memiliki setidaknya satu set Alkitab lengkap di rumah-rumah mereka. Mereka biasanya hanya memiliki salinan dari sejumlah pasal dalam Alkitab yang populer. Jadi kebiasaan memiliki bagian tertentu dari Alkitab secara terpisah adalah kebiasaan yang sepenuhnya Katolik dan yang hingga kini masih dilakukan.

Alkitab pada abad pertengahan umumnya ditulis dalam bahasa Latin. Hal ini dilakukan sama sekali bukan dimaksudkan untuk menyulitkan umat yang ingin membacanya. Kebanyakan orang pada masa itu buta huruf, sedangkan mereka yang mampu membaca, juga dapat mengerti bahasa Latin. Latin adalah bahasa universal pada waktu itu. Mereka yang mampu membaca lebih menyukai membaca Vulgata, versi Latin dari Alkitab. Oleh karena kenyataan tersebut, tidak ada alasan kuat untuk menterjemahkan Alkitab ke dalam bahasa-bahasa setempat secara besar-besaran. Namun meski demikian harap diingat bahwa sepanjang sejarah Gereja Katolik tetap menyediakan terjemahan Alkitab dalam bahasa-bahasa setempat.

MARTIN LUTHER DAN ALKITAB PROTESTAN

Pada tahun 1529, Martin Luther mengajukan kanon Palestina yang menetapkan 39 kitab dalam bahasa Ibrani sebagai kanon Perjanjian Lama. Luther mencari pembenaran dari keputusan konsili Jamnia (yang adalah konsili imam Yahudi, jadi bukan sebuah konsili Gereja Kristen!) bahwa tujuh kitab yang dikeluarkan dari Perjanjian Lama tidak memiliki kitab-kitab aslinya dalam bahasa Ibrani. Luther melakukan hal tersebut terutama karena sejumlah ayat-ayat yang terdapat pada kitab-kitab tersebut justru menguatkan doktrin-doktrin Gereja Katolik dan bertentangan dengan doktrin-doktrin baru yang dikembangkan oleh Martin Luther sendiri.

Oleh karena alasan yang serupa, Martin Luther juga nyaris membuang beberapa kitab-kitab lainnya: surat Yakobus, surat Ibrani, kitab Ester dan kitab Wahyu. Hanya karena bujukan kuat oleh para pendukung kaum reformasi Protestan yang lebih konservatif maka kitab-kitab diatas tetap dipertahankan dalam Alkitab Protestan. Namun demikian, tidak kurang Martin Luther mengecam bahwa surat Yakobus tidak pantas dimasukkan dalam Alkitab.

Untuk mendukung salah satu doktrinnya yang terkenal yaitu Sola Fide (bahwa kita dibenarkan hanya oleh iman saja), dalam Alkitab terjemahan bahasa Jerman, Martin Luther menambahkan kata 'saja' pada surat Roma 3:28. Sehingga ayat tersebut berbunyi: "Karena kami yakin, bahwa manusia dibenarkan karena iman saja, dan bukan karena ia melakukan hukum Taurat". Tidak heran kalau Martin Luther meremehkan surat Rasul Yakobus dan berusaha untuk membuangnya dari Perjanjian Baru, karena justru dalam surat Yakobus ada banyak ayat yang menjatuhkan doktrin Sola Fide yang diciptakan oleh Martin Luther tersebut. Antara lain, dalam Yakobus 2:14-15 tertulis: "Apakah gunanya, saudara-saudaraku, jika seorang mengatakan, bahwa ia mempunyai iman, padahal ia tidak mempunyai perbuatan? Dapatkah iman itu menyelamatkan dia?" dan Yakobus 2:17 "Demikian juga halnya dengan iman: Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati" dan Yakobus 2:24 "Jadi kamu lihat, bahwa manusia dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya dan bukan hanya karena iman."

Pertanyaannya sekarang adalah: Kitab Perjanjian Lama manakah yang lebih baik anda baca? Kitab Perjanjian Lama yang digunakan oleh Yesus, para penulis kitab-kitab Perjanjian Baru dan Gereja purba? Atau Kitab Perjanjian Lama yang ditetapkan oleh imam-imam Yahudi yang menolak Yesus Kristus dan menindas umat Kristen purba?

ALKITAB KATOLIK

Bahkan sebelum pecahnya Reformasi Protestan, ada banyak versi-versi Alkitab yang beredar pada masa itu. Banyak diantaranya mengandung kesalahan-kesalahan yang disengaja - seperti dalam kasus-kasus kaum bidaah, penyeleweng ajaran gereja yang berusaha mendukung doktrin-doktrin yang mereka ciptakan sendiri, dengan menuliskan Alkitab yang sudah diganti-ganti isinya. Ada juga kesalahan-kesalahan yang tidak disengaja oleh karena faktor manusia (human error), mengingat pekerjaan menyalin Alkitab dilakukan dengan tulisan tangan, ayat demi ayat, yang sangat memakan waktu dan tenaga.

Oleh karena itu pada Konsili di Florence pada abad ke lima belas, para pemimpin Gereja menguatkan keputusan yang dibuat pada konsili-konsili sebelumnya mengenai kitab-kitab yang ada dalam Alkitab.

Setelah meletusnya Reformasi Protestan, pada Konsili Trente oleh Gereja Katolik pada tahun 1546 dikeluarkanlah dekrit yang mensahkan Vulgata, versi Latin dari Alkitab sebagai satu-satunya versi resmi yang diakui dan sah untuk umat Katolik. Alkitab ini direvisi oleh Paus Sixtus V pada tahun 1590 dan juga oleh Paus Clement VIII pada tahun 1593.

Selanjutnya pada konsili Vatikan I, kembali Gereja Katolik menegaskan keputusan konsili-konsili sebelumnya tentang Alkitab.

Oleh karena itu di akhir tulisan ini, kita dapat membuat beberapa kesimpulan:

Berdasarkan sejarah, Alkitab adalah sebuah kitab Katolik. Perjanjian Baru ditulis, disalin dan dikoleksi oleh umat Kristen Katolik. Kanon resmi dari kitab-kitab yang membentuk Alkitab - Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru - ditentukan secara berwibawa oleh wewenang Gereja Katolik pada abad ke empat.

Menuruti akal sehat dan logika, Gereja Katolik yang memiliki kuasa untuk menentukan Firman Allah yang infallible - bebas dari kesalahan -, pasti juga memiliki otoritas yang infallible - bebas dari kesalahan - dan juga bimbingan dari Roh Kudus. Seperti telah anda lihat, terlepas dari deklarasi oleh Gereja Katolik, kita sama sekali tidak memiliki jaminan bahwa apa yang tertulis dalam Alkitab adalah Firman Allah yang asli. Jika anda percaya kepada isi Alkitab maka anda juga harus percaya kepada wibawa Gereja Katolik yang menjamin keaslian Alkitab. Adalah suatu kontradiksi bagi seseorang untuk menerima kebenaran Alkitab tetapi menolak wibawa Gereja Katolik. Logikanya, mereka mestinya tidak mengutip isi Alkitab sama sekali, karena mereka tidak memiliki pegangan untuk menentukan kitab-kitab mana saja yang asli, kecuali tentunya kalau mereka menerima wibawa mengajar Gereja Katolik.

TANYA - JAWAB

Pertanyaan: Mengapa Alkitab umat Katolik terdiri dari 73 kitab sedangkan Alkitab umat Protestan terdiri dari 66 kitab?
Jawaban: Gereja Katolik melandaskan Perjanjian Lama pada Kanon Alexandria - lebih dari satu abad sebelum kelahiran Yesus Kristus - yang menetapkan 43 kitab yang disebut Septuagint sebagai kitab-kitab Perjanjian Lama. Protestan melandaskan Perjanjian Lama pada Kanon Palestina yang diadakan oleh imam-imam Yahudi untuk memerangi umat Kristen, sekitar tahun 100 Masehi. Perlu dicatat bahwa baik Yesus maupun para murid-muridNya menggunakan Septuagint yaitu berdasarkan Kanon Alexandria. Tidakkah anda sebagai umat Kristen, mestinya memakai Kitab Perjanjian Lama yang dipergunakan oleh Yesus dan para murid-muridNya, dan bukan malahan menggunakan versi Perjanjian Lama yang ditetapkan oleh para imam Yahudi yang ditetapkan puluhan tahun setelah wafat dan kebangkitan Yesus?

Pertanyaan: Benarkah bahwa Gereja Katolik pernah melarang umat Kristen untuk membaca Alkitab dan apakah benar bahwa atas berkat jasa Martin Luther maka umat Katolik sekarang boleh membaca Alkitab?
Jawaban: Satu-satunya kejadian dalam sejarah Gereja menyangkut larangan kaum awam membaca/memiliki Alkitab dikeluarkan hanya oleh beberapa uskup di Perancis pada abad ke-13 untuk memerangi kaum bidaah Albigensian di Perancis. Larangan itu dihapuskan 40 tahun kemudian setelah pupusnya pendukung bidaah tersebut. Jadi wewenang Gereja Katolik tidak pernah mengeluarkan larangan kepada umat Katolik untuk membaca Alkitab. Apalagi anggapan bahwa Martin Luther memiliki jasa apapun atas Gereja Katolik. Ada dongeng yang mengisahkan bahwa Martin Luther-lah yang "menemukan" Alkitab. Tapi kalau anda membaca buku-buku sejarah gereja yang berbobot, maka anda akan menemukan bahwa justru Martin Luther-lah yang bertanggung jawab menghapuskan kitab-kitab Deuterokanonika dari Perjanjian Lama, dan bahkan nyaris menghapuskan lebih banyak lagi kitab-kitab dari dalam Alkitab.

Pertanyaan: Benarkah bahwa Gereja Katolik mempersulit umat Kristen untuk membaca Alkitab dengan hanya menyediakan terjemahan dalam bahasa Latin?
Jawaban: Pada waktu itu, orang yang mampu membaca, juga mampu membaca Latin. Karena Latin adalah bahasa internasional pada jaman itu. Lebih jauh lagi, Vulgata, versi Latin dari Alkitab hasil karya Santo Yeremia amat digemari oleh umat Kristen. Jadi tidak ada kebutuhan yang mendesak untuk menyediakan Alkitab dalam berbagai bahasa. Namun demikian ada juga terjemahan Kitab Suci dalam bahasa-bahasa setempat.

Pertanyaan: Benarkah bahwa Gereja Katolik pernah membakar Alkitab?
Jawaban: Selama berabad-abad Gereja dilanda oleh berbagai bidaah (heresy). Para pendukung bidaah menggunakan Alkitab yang sudah diselewengkan isinya untuk mendukung doktrin-doktrin mereka sendiri. Gereja Katolik sebagai penjaga keaslian Alkitab juga berhak dan berwibawa untuk memastikan bahwa umat Kristen memiliki Alkitab yang isinya tidak dikorupsi demi kepentingan sekelompok orang. Oleh karena itu otoritas Gereja Katolik memusnahkan alkitab-alkitab yang isinya mengandung kesalahan ini dan sebagai gantinya menyediakan Alkitab yang murni isinya. Martin Luther bukan satu-satunya orang yang pernah mengubah isi Alkitab.

Pertanyaan: Jika penggunaan Alkitab meluas pada abad-abad pertengahan, mengapa hanya sedikit kitab-kitab kuno ini yang tertinggal?
Jawaban: Ada beberapa alasan. Pertama, ada banyak terjadi peperangan sehingga banyak manuskrip-manuskrip kuno ini ikut musnah. Kedua, media yang dipergunakan mudah rusak dan tidak tahan lama. Ketiga, pengrusakan besar-besaran yang dilakukan dengan sengaja seperti pada masa pecahnya reformasi Protestan. Kaum pendukung reformasi Protestan menghancurkan segala hal yang berbau Katolik. Gereja-gereja, biara-biara, tempat-tempat ziarah beserta penghuni dan semua isinya yang bernilai tinggi menjadi korban pergolakan.

Pertanyaan: Mengapa kitab-kitab yang ditolak dari Perjanjian Lama oleh imam-imam Yahudi itu disebut sebagai Deuterokanonika?
Jawaban: Deuterokanonika artinya kira-kira kanon kedua. Disebut demikian karena disertakan setelah melalui banyak perdebatan. Santo Yeremia sendiri pernah mengutarakan kekhawatirannya akan keaslian kitab-kitab tersebut. Akan tetapi keputusan konsili-konsili Gereja Katolik dan para Paus menghentikan perdebatan dan menghapus kekhawatiran para ahli teologi pada masa itu. Santo Agustinus dari Hippo - salah satu Bapa dan Pujangga Gereja - pernah mengatakan begini: "Aku tidak akan meletakkan imanku pada kitab Injil, jika bukan karena otoritas Gereja Katolik yang mengarahkan aku untuk berbuat demikian." Bahwa keputusan Gereja Katolik untuk tetap mempertahankan kitab-kitab Deuterokanonika dan mengabaikan Kanon Palestina, menunjukkan bimbingan Roh Kudus yang membawa kepada segala kebenaran (Yohanes 16:13). Ketika Gulungan-gulungan Laut Mati (Dead Sea Scrolls) ditemukan di Qumran, tepi barat sungai Yordan pada abad ke-20 ini, diantaranya terdapat sebagian salinan-salinan asli dalam bahasa Ibrani atas sejumlah kitab-kitab Deuterokanonika.

Pertanyaan: Mengapa disebutkan bahwa Deuterokanonika terdiri dari tujuh kitab sedangkan dalam Alkitab bahasa Indonesia yang saya miliki ada sepuluh bagian dalam Deuterokanonika?
Jawaban: Tujuh kitab-kitab tersebut adalah Tobit, Yudit, Kebijaksanaan Salomo, Yesus bin Sirakh, Barukh, 1 Makabe dan 2 Makabe. Tambahan-tambahan pada kitab Ester dan Daniel tentunya dimasukkan kedalam kitab-kitab yang bersangkutan sedangkan Surat Nabi Yeremia dimasukkan sebagai pasal 6 dari kitab Barukh. Dalam Alkitab bahasa Indonesia terbitan Lembaga Alkitab Indonesia, kitab-kitab Deuterokanonika diletakkan ditengah, jadi tidak sesuai urutan yang semestinya. Ini untuk memudahkan penerbit yang sama menerbitkan Alkitab versi Protestan, yaitu tanpa Deuterokanonika. Jika anda membeli Alkitab dalam bahasa Inggris seperti di Amerika contohnya, kitab-kitab Deuterokanonika dimasukkan dalam urutannya yang alami. Perlu juga disebutkan disini bahwa versi-versi Alkitab Protestan pada awalnya - seperti versi asli King James Bible - masih memiliki Deuterokanonika di dalamnya.

Pertanyaan: Ada berapakah versi Alkitab dalam bahasa Inggris?
Jawaban: Dalam bahasa Inggris, ada beberapa versi Alkitab baik bagi umat Katolik maupun Protestan. Bagi umat Katolik ada versi RSVCE (Revised Standard Version Catholic Edition) yang dipakai sebagai terjemahan resmi. Ada NAB (New American Bible) yaitu yang merupakan Alkitab yang populer di kalangan umat Katolik di Amerika Serikat. Ada juga NJB (New Jerusalem Bible) yaitu Alkitab yang diterjemahkan dari bahasa Ibrani dan dipakai oleh sebagian kalangan Gereja Katolik dari ritus-ritus Timur. RSVCE adalah versi yang paling serupa dengan bahasa asli kitab suci karena merupakan terjemahan kata-demi-kata. Sedangkan NAB dan NJB serta beberapa versi lainnya merupakan terjemahan yang sudah disesuaikan dengan pemakaian bahasa Inggris pada masa kini, jadi penekanan pada segi arti dari kata-kata/kalimat yang dipakai pada bahasa asli kitab suci. Beberapa versi Alkitab Protestan, diantaranya adalah: RSV (Revised Standard Version), KJV (King James Version), NIV (New International Version), Tyndale Bible dan Zonderfan Bible. Untuk mengenalinya mudah saja, di dalamnya tidak terdapat kitab-kitab Deuterokanonika. Sebetulnya ada juga yang menyertakan kitab-kitab Deuterokanonika, yaitu yang diterbitkan oleh penerbit-penerbit sekuler seperti Oxford dan lain-lain. Namun mereka menyebut Deuterokanonika dengan sebutan Apokrif (Apocripha). Alkitab-alkitab Katolik juga memiliki Imprimatur dan Nihil-Obstat yang dapat anda temukan pada bagian muka dari Alkitab tersebut. Ini praktisnya adalah tanda bahwa buku yang bersangkutan telah diperiksa oleh Gereja Katolik, apakah itu imam ataupun uskup. Jika anda ingin memiliki Alkitab Katolik bahasa Inggris, silakan membeli salah satu versi Katolik yang telah disebutkan diatas. Alkitab NAB selalu memiliki catatan kaki yang membantu memperjelas ayat-ayat dan perikop-perikop dalam Kitab Suci. NAB study-bible terbitan Oxford juga dilengkapi dengan penjelasan-penjelasan sejarah PL dan PB. Harga Alkitab NAB bahasa Inggris bervariasi sekitar US$7 sampai US$24.

Pertanyaan: Ada sementara orang yang percaya bahwa di dalam Alkitab umat Kristiani telah terjadi salah terjemahan yang sangat fatal: yaitu kata "Lord" dalam bahasa Inggris diterjemahkan sebagai "Tuhan" dalam bahasa Indonesia, padahal kamus Inggris-Indonesia menyebutkan bahwa kata "lord" mestinya diterjemahkan sebagai "tuan", bukan "Tuhan". Dengan demikian hal ini mendukung teori agama mereka yang mengatakan bahwa Yesus jelas bukan Tuhan dan sekedar manusia biasa.
Jawaban: Pertama-tama perlu ditegaskan disini, bahwa Alkitab bahasa Indonesia tidaklah diterjemahkan dari Alkitab bahasa Inggris. Lihatlah pada bagian awal Alkitab dimana tertulis bahwa "Teks Perjanjian Lama diterjemahkan dari Bahasa Ibrani. Teks Perjanjian Baru diterjemahkan dari Bahasa Yunani. Teks Deuterokanonika diterjemahkan dari Bahasa Yunani". Kedua, perlu diketahui bagi orang Indonesia yang jelas bukan native English speaker - bahwa kata "Lord" dalam Alkitab berarti "God" atau "Tuhan". Kata "Lord" bukan hanya digunakan pada Yesus, tetapi juga pada Allah Bapa dalam ayat-ayat Perjanjian Lama.


Nara sumber:[1] Where We Got The Bible: Our Debt to the Catholic Church, 22nd edition, by The Right Rev. Henry G. Graham, published by Tan Books & Publishers, Inc.;[2] Beginning Apologetics 1: How to Explain and Defend The Catholic Faith, by Father Frank Chacon and Jim Burnham, published by San Juan Catholic Seminars;[3] The Catholic Bible (NAB): Personal Study Edition, published by Oxford University Press;[4] Berbagai situs web Katolik di Internet.

kisah Seorang Pendeta Dan Polisi

Dua orang pendeta mengendarai sepeda motor dengan kecepatan tinggi.
Mereka akhirnya diminta untuk berhenti oleh seorang polisi karena
telah melaju melebihi kecepatan maksimum yang sudah ditetapkan.

"Apa yang Anda lakukan? Anda mengendarai sepeda motor dengan kecepatan tinggi."

Salah satu Pendeta berkata, "Kami mengendarai sepeda motor ini hanya sekedar putar-putar ... lihatlah motor ini memang sangat bagus dan kencang larinya."

Si Polisi menggeleng-gelengkan kepalanya, "Bagaimanapun juga, saya harus menilang Anda. Mengemudi seperti itu sangat membahayakan jiwa Anda. Bagaimana kalau Anda mengalami kecelakaan?"

Kemudian Pendeta berkata lagi, "Jangan khawatir, Tuhan Yesus beserta kami."

Si Polisi berkata, "Wah, kalau begitu saya harus benar-benar menilang Anda. Karena tiga orang dilarang berada dalam satu motor sekaligus."

Ukuran Iman Bukanlah Aktifitas

DALAM Injil Matius 13: 1-9 Yesus berkhotbah tentang benih yang ditabur. Benih yang jatuh di pinggir jalan akan dimakan burung sampai habis. Benih yang jatuh di tempat berbatu dan tanahnya tipis, akan tumbuh namun segera mati karena tidak berakar. Sementara benih yang jatuh di tanah yang baik akan berbuah puluhan atau ratusan kali lipat. Dari perumpamaan ini kita menemukan suatu fakta yang dikatakan Tuhan Yesus, yaitu tentang orang yang datang untuk mendengar firman tentang kerajaan sorga.

Ada orang yang sering mendengar firman Tuhan. Dalam arti dia rajin ke gereja, aktif di persekutuan. Di mata orang lain, aktivitas kerohaniannya bagus. Penilaian ini makin diperkuat oleh anggapan selama ini bahwa orang yang sering terlibat dalam persekutuan ibadah itulah yang baik. Padahal belum tentu juga. Sering terjadi, bahwa di antara orang yang duduk mendengarkan firman Tuhan itu, ternyata ada yang tidak mengerti tentang kebenaran firman itu. Mereka hanya mendengar tetapi tidak mengerti. Apa yang dibicarakan tentang kerajaan sorga, atau apa sebenarnya yang dituntut Allah dalam hidup, mereka tidak mengerti.

Sebagai orang beragama dia beribadah. Karena dia seorang Kristen, maka dia ke gereja. Tetapi Alkitab mengatakan orang-orang seperti ini belum dapat dikatakan sebagai seorang Kristen. Karena Kristen sebenarnya mempunyai arti yang sangat indah, yakni Kristus kecil, atau pengikut Kristus. Bila seseorang disebut Kristen hanya karena agamanya, itu sah-sah saja, karena itu berupa identitas atau pengenal. Kalau seseorang disebut Kristen hanya karena dia ke gereja, itu pun sah-sah saja karena gereja adalah tempat ibadah orang Kristen. Persoalannya, apakah dia Kristen di hadapan Tuhan, ini yang jadi masalah dan pergumulannya.

Orang yang mendengar firman tentang kerajaan sorga, tetapi tidak pernah mengerti, pada dasarnya hanya menjadi penggembira. Ke gereja hanya untuk memuaskan diri, bukan mau memuaskan Tuhan. Dia tidak peduli firman yang diberitakan itu seperti apa, bisa dipertanggungjawabkan atau tidak. Yang penting enak didengar, dan membuat senang. Dia tidak punya suatu standar bahwa firman Tuhan ini adalah yang sesuai dengan Alkitab. Orang ini beribadah hanya karena dia seorang Kristen. Dia selalu duduk untuk mendengarkan firman Allah, karena dia ingin disebut sebagai orang yang beragama, seorang yang percaya pada Tuhan. Dia tidak mau disebut orang kafir. Dia perlu suatu status keagamaan.

Melihat kuantitas aktivitas rohaninya yang tinggi, dari persekutuan satu ke persekutuan lain, dari gereja satu ke gereja lain, orang lain mungkin sangat kagum padanya. Di gereja bisa saja dia terlihat sangat rohani, namun di tempat kerja langsung “lupa” kalau dia seorang Kristen. Sepak terjangnya bahkan membuat orang bertanya-tanya, “Dia ini kan rajin beribadah atau ikut persekutuan. Tapi hidupnya tidak karu-karuan, tidak mencerminkan kebenaran firman Tuhan.” Kenapa hal ini bisa terjadi? Jawabannya sederhana, karena apa yang dia kerjakan tidak lebih dari hanya aktivitas. Inilah yang disebut sebagai iman aktivitas.

Berani mengoreksi

Iman aktivitas adalah iman yang tidak sejati, yang hanya terikat pada tradisi kekristenan. Dia hanya menjalankan kewajiban keagamaan pada waktu beribadah. Tetapi waktu masuk ke ruang kerja, waktu bertemu dunia, dia langsung berubah dan kembali menyerupai bentuk aslinya. Berapa banyak orang yang menggunakan topeng seperti ini di dalam gereja, dan berapa banyak pula pendeta yang tertipu oleh model iman seperti ini. Orang-orang ini hanya ingin mendapatkan pengakuan keagamaan supaya disebut orang beriman, dan bahkan mungkin akan mau membayar berapa pun untuk status ini supaya orang kagum pada dia.

Oleh karena itu kita perlu keberanian mengoreksi keberadaan diri kita. Kita perlu berani jujur di hadapan Tuhan yang tahu hati dan pikiran kita, yang tahu kualitas kita. Itu sebab DIA berkata, “Orang-orang itu adalah orang yang mendengarkan firman tentang kerajaan sorga tetapi tidak mengerti.” Perlu keberanian dari gereja untuk menegur dan mengingatkan jemaat. Sampaikan dengan cinta supaya dia tidak terjebak dalam iman aktivitas, yang hanya sekadar mengejar status keagamaan.

Iman aktivitas sering menjadi batu sandungan, bukan menolong tetapi menjatuhkan kekristenan. Di sini kita perlu hati-hati, dan memerhatikan bagaimana kita di tempat kerja. Beranikah kita mempertaruhkan seluruh hidup di dalam iman kepada Anak Allah? Beranikah kita bertindak dan berperilaku seperti yang menjadi tuntutan dan kehendak-Nya? Atau sebaliknya, apakah kita punya standar dan keyakinan sendiri sehingga melakukan yang kita sukai? Apakah kita juga terjebak pada konsep dan cara yang sama sehingga kita menjadi orang-orang Kristen yang pergi ke gereja demi identitas kekristenan, atau demi kewajiban keagamaan?

Oleh karena itu jangan main-main, jangan hanya sekadar menjalankan panggilan keagamaan maka kita beribadah. Tetapi di sanalah kita akan bertemu secara pribadi dengan DIA, berdialog dengan DIA yang tahu hati dan pikiran kita. Berdoalah, minta tolong agar Tuhan membersihkan hati dan pikiran kita.

Bahagia Dekat Dengan Tuhan


Beragam definisi tentang “kebahagiaan”. Stoa yang hidup di Yunani ratusan tahun silam, misalnya, berpendapat bahwa kebahagiaan diperoleh melalui penderitaan secara terus-menerus. Kebahagiaan kita peroleh jika kita kuat menderita. Dengan kata lain, bagi Stoa, kebahagiaan itu ada pada penderitaan. Artinya, orang harus berani menderita tetapi dalam konteks askese (menyiksa diri). Penyiksaan diri pada tingkat tertentu akan membawa orang menemukan kebahagiaan, demikian pendapat Stoa. Sementara, pemikir lain, Epicuros mengatakan hal yang sebaliknya, bahwa kebahagiaan itu adalah kenikmatan inderawi. Artinya, semua hal yang bisa menye-nangkan tubuh, boleh saja dinikmati, sebab itulah yang disebut dengan kebahagiaan. Selanjutnya pemikiran Epicuros ini berkembang hingga melahirkan istilah hedo-nisme. Dewasa ini, hedonisme identik dengan gaya hidup penuh hura-hura, pesta pora, drugs (narkoba), dan segala hal yang dapat menyenangkan tubuh. “Dengan menikmati ini semua, kita menemukan kebahagiaan,” kata Epicuros.

Belakangan, pemikiran Stoa (stoaisme), tidak terlalu mendapat tempat di tengah-tengah kehidu-pan karena hanya “menjual” penderitaan. Semakin modern kehidupan, semakin tersingkir pula pemikiran Stoa, karena banyak yang berpendapat, stoaisme lebih cocok bagi manusia-manusia jaman dulu, atau orang yang sedang bertapa. Sebaliknya pemikiran Epicuros lebih laku, karena produk di jaman yang semakin maju ini adalah produk hura-hura dan pesta pora. Maka hedonisme di era modern ini adalah konsep pikir yang sangat populer, khususnya di kalangan anak-anak muda. Belakangan, kaum tua pun ternyata banyak yang bersikap sami mawon (sama saja) dengan kaum muda dalam hal menyikapi gaya hidup serba enak seperti yang digagas oleh Epicuros ini.

Kebahagiaan Berdasarkan Alkitab
Lalu, bagaimana kebahagiaan itu menurut pemahaman Kristen? Kebahagiaan atau kesenangan menurut Alkitab, sebetulnya adalah menyangkut posisi, yaitu di mana kita di hadapan Tuhan. Sebuah ilustrasi: jika disuruh memilih, semua orang tentu ingin sehat dibanding sakit. Sebab orang pada umumnya beranggapan bahwa kebahagiaan ada pada saat kita sehat. Dengan kata lain, orang yang sedang sakit tidak mungkin merasakan kebahagiaan. Tetapi jangan lupa, ada orang yang saking sehatnya jadi gemar berbuat dosa. Sementara orang yang sakit-sakitan, karena kondisinya yang sakit-sakitan itu, dia selalu berdoa kepada Tuhan. Dalam ketidakberdayaannya, dia semakin dekat, semakin akrab dengan Tuhan di dalam doa dan perenungannya. Jadi, masalah kebahagiaan itu bukan pada kondisi sehat atau sakit, tetapi seperti apa posisi kita di hadapan Tuhan: bersama dengan Tuhan atau beroposisi dengan Tuhan?

Tetapi banyak orang Kristen sering memperlihatkan mental payah, murahan, sangat jauh dari ajaran Alkitab. Orang-orang bermental seperti ini yang juga selalu sibuk dalam mencari kebahagiaan, mengartikan keba-hagiaan itu hanya sebatas sehat. Bagi mereka, sakit itu adalah sesuatu yang terkutuk, dosa. Sedangkan kemiskinan merupakan aib, dan seterusnya. Terhormatlah mereka yang miskin di dalam kejujuran daripada kaya dengan cara yang tidak benar.

Memang adalah hal yang sangat membahagiakan kalau kita sehat dan ikut Tuhan. Hidup dalam kondisi ekonomi yang berke-limpahan (kaya), dan memuliakan Tuhan, adalah sikap yang sangat tepat. Tuhan tidak anti terhadap kekayaan atau kemiskinan, tetapi jangan mendiskreditkan orang miskin dan orang sakit sebagai orang yang tidak beriman dan berdosa. Ingat, posisi di hadapan Tuhan, itu yang paling penting dalam menilai seseorang itu berbahagia atau tidak.

Rasa bahagia juga adalah aktualisasi daripada iman itu sendiri. Kalau kita memang seorang yang beriman, hal itu harus ter-aktualisasi. Wujudnya bagaimana? Kita berjalan dalam pengharapan menuju kepada kenyataan sampai akhirnya meraih kemenangan. Kebahagiaan bukan terletak pada saat kita menerima, tetapi pada waktu kita memberi. Itulah sebabnya orang yang miskin itu belum tentu kurang merasa berbahagia dibandingkan dengan orang yang kaya.

Banyak orang kaya tidak mampu memberi dalam jumlah yang cukup, sebab dia cuma bisa “berhitung” saja. Sebab dalam memberikan sesuatu, dia juga menuntut penghormatan. Rasa-nya tidak salah untuk mengatakan orang semacam ini sebagai gila hormat. Dia tidak merasa puas jika tidak dihormati orang lain. Dalam rangka ingin dihormati, orang seperti ini tidak merasa rugi menghambur-hamburkan duit ke segala penjuru, membagi-bagi uang ke sana ke mari. Jika uangnya habis, sirna pula rasa kehorma-tannya. Sungguh suatu kebodo-han memang. Sebaliknya, tidak sedikit orang miskin, namun berusaha memberikan apa yang bisa diberikannya. Mungkin bukan uang atau hal-hal berupa materi yang bisa dia berikan, tetapi waktu, kesetiaan, kualitas diri, sikap bisa dipercaya, dan sebagainya. Di dalam kekristenan, bahagia dan menderita adalah paradoks yang absolut dan ada dalam kehidupan. Kebahagiaan ini kita dapatkan justru karena kita berani menyangkal diri. Tetapi menurut teori orang-orang umum, penyangkalan diri adalah sebuah penderitaan dan kehilangan. Tetapi bagi kita, menyangkal diri justru suatu kehormatan, sebab di sanalah letak kebahagiaan itu. Suatu paradoks, memang. Jadi keberhasilan memikul salib di dalam kehidupan kita oleh karena anugerah dan pertolongan Tuhan, itulah kebahagiaan kita.

Kebahagiaanlah yang membuat kita tersenyum sekali pun kita berada di dalam kesulitan yang luar biasa. Realita semacam ini yang memang banyak ditemui. Tetapi ini merupakan kemenangan iman Kristen yang paling solid dan paling kuat. Karena itu, di tengah-tengah perjalanan hidup, sebagai seorang pekerja misalnya, janganlah kita terlalu terikat kepada fenomena-fenomena kesulitan hidup. Teroboslah segala kesulitan itu, dan bertarunglah secara elegan. Jangan cengeng. Jangan melarikan diri dari pertarungan yang sedang kita alami.

HIDUP KUDUS

1 Petrus 1:13-17

Bagaimana agar masyarakat tahu bahwa Yesus adalah Tuhan? Adalah dengan menerapkan kehidupan kita sebagai orang percaya hidup menurut standard atau cara yang Tuhan tentukan untuk hidup kudus (ayat 15; hendaklah kamu kudus sebab Aku kudus).

Ada 2 mitos yang salah yang terjadi saat ini sehingga umat Tuhan tidak hidup dalam kekudusan yaitu:

  1. Merasa tidak yakin dan bahwa manusia dapat hidup kudus karena manusia adalah mahluk pendosa atau selalu cenderung hidup dalam dosa.
  2. Hidup kudus adalah hidup yang aneh: Bahasa Roh, pakaian putih, istilah-istilah rohani.

Ada 3 kunci yang harus kita miliki agar kita dapat menjalankan hidup kudus:

  1. Jaga dan siapkan akal budimu dengan hikmat dari Allah (Yak.3:13). Apa yang menguasai pikiran kita akan menguasai kita, contoh istri potipar dikuasai roh perzinahan maka ia ingin berzinah dengan Yusuf. Jadi pastikan bahwa kita dikuasai oleh Roh Kudus bukan roh setan.
  2. Tundukkan diri dengan Firman Tuhan (1 Kort.10:23 dan 31). Exercise of control. Segala sesuatu boleh, berguna untuk membangun dan memuliakan Tuhan. Contoh: Gelas kotor yang dikocorin air di wastafel maka gelas tersebut akan bersih.
  3. Andalkan kasih karunia Allah artinya kita melakukan hidup kudus hanya dengan kekuatan dari Allah. (1 Pet 1:13). Hidup semakin dekat dengan Allah. Batam/Bila Anda Tiba Amoi Menanti.
  4. Lupakan hidup yang lama dan berpaling pada Yesus(Filipi 3:13-14).

Pertanyaan:

  1. Jika Allah menghendaki kita agar hidup kudus, tindakan apa yang kita lakukan untuk merespon firman-Nya?
  2. Hal-hal apa yang membuat seseorang hidup dalam kedagingan sehingga ia tidak mau meninggalkan jalan hidupnya yang ia tahu bahwa hal itu tidak berkenan dihadapan Tuhan? (Rentenir, kumpul kebo, narkoba, alkohol dll.)
  3. Ada orang yang mengatakan sebenarnya saya ingin hidup kudus/hidup seperti yang Tuhan kehendaki, tetapi ngak bisa! Bagaimana tindakan atau bimbingan yang kita lakukan untuk orang tersebut? (Yak 4:17).

Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku (Filipi 4:13)


PEMULIHAN LUKA-LUKA BATIN

Bagaimana caranya kita keluar dari kepahitan?
Untuk memulihkan jiwa-jiwa yang terluka di perlukan adanya keterbukaan dan keinginan untuk mau mengampuni.

KETERBUKAAN

Hal pertama di dalam pemulihan jiwa adalah keterbukaan. Keterukaan didalam memulihkan jiwa yang terluka adalah suatu syarat yang sangat penting. Ini merupakan mata rantai pertama yang sangat menentukan didalam langkah berikutnya. Ada banyak ayat didalam Alkitab yang mendukung masalah keterbukaan ini. Berikut ini saya akan menyebutkan beberapa ayat yang menganjurkan keterbukaan kepada setiap orang percaya. Jika ada keterbukaan maka jiwa kita yang terluka bisa di sembuhkan oleh Tuhan
  • Yakobus 5:16
  • Amsal 28:13
  • Mazmur 32:5
  • Mazmur 119:26
Berikut ini saya akan menguraikan 4 hal dampak yang di berikan apabila kita melakukan keterbukaanRata Penuh
  • Terbuka sama dengan Menelanjangi Pekerjaan Iblis Dengan Segala Tipu Dayanya
Ayat yang terdapat didalm Yakobus 5 : 16 mengajarkan dengan sanagt jelas mengenai keterbukaan ini. Tetapi orang Kristen lebih sering memperkosa ayat tersebut. Mereka hanya mengambil bagian keduanya saja, "Doa orang benar, bila dengan yakin didoakan, sanagt besar kuasanya." Tetapi, orang benar yang bagaimana yang dimaksudkan dengan ayat ini?
Pada bagian awal dari ayat ini ada pertanyaan yang mengatakan, "karena itu hendaklah kamu saling mengaku dosamu dan saling mendoakan supaya kamu sembuh." Bagian ayat inilah yang sering dihilangkan. Orang benar yang dimaksud adalah orang benar yang saling mengaku dosa dan saling mendoakan. Keterbukaan sama dengan menelanjangi Iblis dengan segala jenis tipu dayanya. Inilah alasan mengapa pentingnya keterbukaan itu. Jadi kalau ada orang yang berani terbuka, artinya orang tersebut berani menyampaikan kekurangan dan kelemahannya, dan itu sama dengan menelanjangi iblis dan menghancurkan iblis dengan segala tipu dayanya.
  • Terbuka Sama Dengan Mematahkan Kuasa Iblis
Saya ingin menyampaikan sebuah ilustrasi mengenai pentingnya keterbukaan ini. Ada satu keluarga yang sudah dikarunia dua orang anak laki-laki. Sisulung berumur dua belas tahun dan adiknya berumur sepuluh tahun. Kedua anak ini telah diajarkan ibunya untuk dapat bekerja bersama-sama secara bergotong- royong. JIka siadik menyapu halaman maka yang membersihkan lantai adalah si sulung. Dan jika siadik mencuci piring maka sisulung menimba air.
Pada suatu hari Minggu, sehabis sarapan, siibu pergi belanja kepasar. Ketika si sulung sedang bermain-main dihalaman rumah ia mendengar bunyi yang sangat keras yang berasal dari dalam rumah. Sepertinya bunyi keras itu adalah piring yang pecah. Ia segera berlari kearah sumber suara riuh itu. Setibanya di sana ia tidak mendapatkan siadik, karena ternyata siadik sudah pergi keluar. Tiba-tiba dari ujung halaman belakang sang adik muncul sambil bersiul-siul seakan-akan tidak pernah terjadi apa-apa. Tetapi, tanpa sepengetahuan adiknya sikakak pergi kebelakang rumah tempat dari mana adinya tadi muncul. sang kakak terkejut karena disana ia menemukan pecahan piring.
Keesokan harinya, hari senin, merka berdua bersama-sama berangkat ke sekolah. Ditengah jalan si sulung bertanya kepada adiknya, "Dik, mana uang jajanmu?"
lalu adiknya merogoh sakunya dan menunjukkan selembar uang ratusan yang tadi di berikan oleh ibu mereka. kata sisulung kemudian,"Berikan uangmu itu kepadaku!"
Siadik merasa heran lalu bertanya , "untuk apa?
mengapa?"
Dengan santainya kakak menjawab, "hari ini adik harus setor uang jajanmu kepada kakak."
Tentu rasa heran di dalam didalam diri adiknya semakin bertambah. Siadik berkata, "Mengapa harus begitu. kok aneh!"
Akhirnya sikakak pun mengeluarkan kartu asnya, "kalau kamu tidak mau setor uang kepadaku, aku akan laporkan kepada ibu tentang piring yang pecah kemarin."
Siadik akhirnya tidak dapat berkata apa-apa, dan dengan terpaksa ia menyerahkan uang jajannya itu kepada sikakak. Hal tersebut dilakukannya karena ia merasa takut dilaporkan kepada ibu. Dan kejadian yang sama berlangsung selama enam hari sampai dengan hari sabtu.
Keesokan harinya, hari minggu, yakni seminggu setelah peristiwa piring pecah itu, dengan rasa was-was sang adik mengakui perbuatannya dengan terus terang kepada ibunya. Si ibu pun mengampuni kesalahannya dan menasehatinya agar dikemudian hari ia lebih berhati-hati dalam mengerjakan tugasnya.
Hari Senin berikutnya, ketika mereka kembali beangkat kesekolah bersama-sama, kakaknya, si sulung mulai menodongnya lagi dengan ancaman yang sama. Karena si adik sudah terlebih dahulu terbuka dan mengakui kesalahannya kepada ibunya, si adik sudah merasa tidak perlu takut lagi terhadap ancaman sang kakak tersebut. dan dengan tegas ditolaknya permintaan si kakak.
Dari ilustrasi diatas kita bisa menarik pelajaran khusus, bahwa keterbukaan mencegah dan tidak memberi tempat kepada iblis untuk berpijak. Tuduhan-tuduhan yang dilancarkan iblis terhadap diri kita tidak ada kuasanya. Yang membuat iblis merongrong hidup kita adalah karena tidak adanya keberanian didalam diri kita untuk terbuka. Iblis akan mempunyai kekuatan apabila kita berusaha menyembunyikan dan menutup-nutupi kesalahan dan dosa kita dihadapan Tuhan. Tetapi keterbukaan membebaskan kita dari tuduhan-tuduhan iblis yang mencoba menjatuhkan kita.
  • Keterbukaan sama Dengan Memberi Tempat Bagi Firman Allah Berkarya
Yohanes 11 : 1 - 44 mengisahkan perihal kematian Lazarus yang sudah empat hari berada dalam kubur. Ketika Tuhan Yesus tiba di Betania, ia disambut dengan tangisan oleh Maria dan Martha. Mereka berkata kepada-Nya"Kalau Engkau ada disini, tentulah Lazarus tidak akan mati."
Lazarus adalah saudara laki-laki Maria dan Martha.
Lalu Tuhan Yesus berkata kepada Martha." Saudaramu akan bangkit."
Berkatalah Martha kepada-Nya, "Aku tahu dia akan bangkit pada akhir zaman."Martha tidak menangkap makna yang sebenarnya yang disampai oleh Yesus. Yesus berkuasa atas maut dan Dia sanggup membangkitkan orang mati tanpa menanti sampai akhir zaman.

Kemudian Yesus pun berkata kepadanya, "Akulah Kebangkitan dan Hidup, barang siapa percaya kepadaKu, ia akan hidup walaupun ia sudah mati." sesudah itu Ia memerintahkan untuk mengangkat batu yang menutupi kubur itu dan kemudian membukanya. Kita tahu bahwa mayat yang sudah empat hari didalam kubur pasti baunya busuk ketika dibuka. Memang ada bau busuk yang akan keluar, dan itu hanya seketika. Tetapi yang lebih penting adalah mayat yang keluar. Sebab yang jauh lebih penting adalah mayat yang dikeluarkan itu hidup. Sedang bau busuk merupakan masalah yang tidak terlalu penting. Yang sangat penting adalah Lazarus yang tadinya sudah mati sekarang hidup kembali. Memang ada suatu harga yang harus dibayar untuk suatu keterbukaan.
Ketika batu kubur diangkat, berfirmanlah Yesus, "Lazarus,marilah keluar!" Dan keluarlah Lazarus dari dalam kubur itu.Dia bangkit dari matinya. Dia hidup.
Kalau kita berani terbuka, kuasa firman Tuhan akan dinyatakan dan Tuhan sendiri akan berkarya didalam hidup kita. Seberat apapun persoalan yang sedang saudara hadapi, bukanlah pintu hatimu apabila ia mengetoknya. Berilah kesempatan kepada-Nya untuk masuk agar Dia duduk bersama dengan kita dan kita bersama dengan Dia.
Keterbukaan membuat orang lain tahu kelemahan dan kekurangan kita. Ini akan membuat kita menjadi tidak sombong. Keterbukaan juga merupakan sebuah pagar yang baik untuk memagari diri kita. Keterbukaan memberikan kesempatan kepada firman Allah yang hidup untuk mengubah dan memperbaharui kehidupan kita.
  • Keterbukaan Membuat kita Memperoleh Jawaban Didalam Hidup kita
Didalam kitab 1 Raja-raja 10 : 1-3 ditulis disana tentang Ratu Syeba yang datang kepada Raja Salomo hendak mengujinya denganteka-teki. Sebelum dia mengajukan banyak pertanyaan kepada salomo, Ratu Syeba ini menceritakan terlebih dahulu segala sesuatu yang ada di dalam hatinya. Dengan demikian akhirnya tidak satupun teka-teki yang diajukan oleh Ratu Syeba yang tidak dapat dijawab oleh Raja Salomo.
Ratu Syeba adalah Ratu negeri selatan. Dia datang kepada Raja Salomo yang artinya katanya adalah damai. Raja damai yang sesungguhnya itu adalah Tuhan Yesus. Sedang Ratu Syeba menggambarkan gereja Tuhan yang memerlukan jawaban. Gereja Tuhan harus mau datang dengan penuh keterbukaan kepada Raja Damai,Tuhan Yesus Kristus.
Didalam kehidupan setiap orang tentunya ada teka-teki. Rasul Pulus pun mempunyai teka-teki yang sedemikian, "Aku hendak berbuat baik, tetapi yang jahat sudah mendahuluiku."
Mugkin kita pernah berkata, "Kenapa suamiku tidak kerasan dirumah?"Atau yang lainnya berkata, "Sampai hari ini mengapa aku belum mendapatkan jodoh,"dan lain sebagainya.
Setiap orang tidak akan sama persoalan hidupnya, tetapi jawabannya sama adalah Yesus. Yesuslah jawaban hidup kita. Keterbukaan adalah langkah pertama didalam pemulihan jiwa yang terluka. Langkah selanjutnya yang tidak kalh pentingnya adalah mau mengampuni.

MENGAMPUNI

Langkah kedua untuk bisa keluar dari kepahitan atau luka-luka batin setelah keterbukaan adalah mau mengampuni. Kita harus mau mengampuni orang yang pernah menyakiti hati kita, siapa pun mreka. Tuhan Yesus mengajarkan kepada kita untuk mau mengampuni orang yang bersalah kepada kita. Sebab jika tidak mau mengampuni orang yang bersalah kepada kita, maka Bapa yang di sorga tidak akan mengampuni kita ( Matius 6 : 12,14,15; 5 : 23-25 ). Tetapi kenyataannya, masih ada banyak orang Kristen yang memendam dendam dan juga benci di dalam hatinya. Dendam dan benci dalam hati mereka merupakan racun yang mematikan didalam kehidupan kita.
Keterbukaan dan mengampuni adalah dua perkara yang saling bertaut satu dengan yang lainnya.
Keterbukaan dan mengampuni adalah jalan utama menuju pemulihan jiwa yang terluka.
Kesulitan kita di dalam mengampuni sering disebabkan karena kita tidak bisa jujur terhadap diri sendiri. kita tidak mau jujur menerima perbuatan Yesus diatas Kalvari yang mau mengampuni tanpa syarat terhadap orang yang sudah berbuat jahat terhadap diri-Nya. Ketidak jujuran kita sebenarnya merupakan kekurang-percayaan kita terhadap Yesus.
Apabila kita tidak mau mengampuni, maka keadaan tidak mau mengampuni itu akan dipakai oleh iblis sebagai temapt bagi kakinya untuk berpijak didalam hidup kita.
Dendam dan kebencian sama dengan memberikan tempat bagi iblis untuk berpijak. sedang mengampuni sama dengan memusnakan tempat iblis berpijak.

Dengan cara bagaimana kita mengampuni?
  • Berdoalah bagi orang yang pernah melukai jiwa kita
  • Mintalah didoakan Hamba Tuhan untuk mencabut akar pahit
Pelayanan konseling klik disini